SUDUT PANDANG
"Demi menjaga kekhusuan shalat mohon matikan handphone atau silent. Isi terlebih dahulu shaf paling depan, bagi yang tidak bisa berdiri sudah disediakan kursi di bagian paling belakang. Lurus dan rapatkan shaf nya", Himbau sang imam jelang shalat dimulai. Sementara takbir berkumandang, shaf akhwat masih saja berdebat tentang apakah kami harus berdiri di baris pertama atau kedua yang sudah lebih penuh jamaahnya. 'Bu, maju sini Bu masih kosong.' 'Mundur aja Bu, ini lebih banyak.' Tak ada kata sepakat. Teriak pun percuma hanya menegang urat. Maka sisa shaf bolong-bolong adalah yang pemandangan lumrah harian yang kerap kami lihat. Di awal-awal kedatangan dulu, saya termasuk salah seorang yang rajin cuap-cuap gemas sama jamaah yang nggak mau merapat, dan lebih milih shalat bertaburan bebas bak coklat dalam cookies. Tau kan buibu kalau shalat bagaimana? Hari berganti pekan, pekan menjelma bulan. Tidak ada perubahan, kecuali saya merasa maki