Harika #26 (2017)
Saya tidak merayakan ulang tahun memang. Tapi saya termasuk salah satu orang yang cukup konsen mengevaluasi dan mengabadikan (ini porsinya lebih banyak xD) peristiwa berkesan yang telah saya lalui. Tidak harus kejadian menyenangkan berhubung ini bukan sejenis a-happy-ending-drama, tapi momen menyedihkan yang mostly-cost-millions-worth juga saya kenang. Bukan tentang sakit hati atau kecewanya, tapi lebih kepada betapa berharganya pelajaran yang harus saya dapat. Dan.. di bulan yang mau tidak mau terasa selalu sedikit spesial (setelah Ramadhan dan syawal) bagi saya ini, saya terinspirasi untuk membuat kaleidoskop peristiwa penting selama setahun ke belakang! Jeng.. jeng.. And I'd love to call it, the most impactful images of the year! Yeay. Here we go ~
Sejujurnya, rentang 2016-2017 adalah tahun tersedih bagi saya berhubung terlalu banyak adegan perpisahan yang suka nggak suka selalu bikin baper. Termasuk momen perspisahan saya dari negara yang sudah dianggap seperti second-home-country ini. Tapi kalau ingat bahwa perpisahan adalah awal dari pertemuan dan petualangan baru, rasanya tidak terlalu buruk. Toh, perasaan akan kembali membaik seiring dengan berlalunya waktu. Bukan begitu, Bang Tere?
Masih ingat itu ketika saya bilang "Mas Ahmad, hari ini saya yang baca buku Mas Ahmad. Suatu hari nanti, Mas Ahmad yang akan baca buku saya." edaaaass.. Mendadak panas dingin gitu setelah mengucap mantra barusan. Haha. Tunggu ya, Bang. Kalau novel (berhubung buku #SST bukan novel) pertama nanti terbit, saya paketkan ekspres deh ke Bintaro!
2. Ikut desak-desakan dengan warga Turki demi dengar langsung speech dari presiden kekinian kala itu, Recep Tayyip Erdogan. Woaa.. maaf kalau fotonya buram. Cuma pingin bilang: terharu bisa ngambil foto beliau dari jarak sedekat ini :").
Dulu itu pidatonya tentang apa ya.. Kalau nggak salah ingat sih, report mengenai kondisi pengungsi Syiria di Gaziantep dan sekaligus klarifikasi sikap politik Turki terhadap Rusia. Berat temanya? Ya udah, saya juga nggak minat bahas kok *smirk*.
Oiya, ada dua hal yang membuat saya kagum dari acara rutin kunjungan presiden saat itu. Bukan presidennya, karena bagi sebagian besar orang beliau mah udah keren dari sananya tapi.. yang berkesan itu justru perilaku followers nya Om Erdo ini. Tempat acara kan daerah lapangan luas di kawasan industri ya. Itu nggak ada mesjid, gersang dan toilet jarang. Jauh dari mana-mana pula. Sementara berhubung speechnya presiden dilakukan tepat setelah ashar, otomatis persiapannya motong waktu shalat dong. Saya sempat was-was juga gimana shalatnya nanti tapi ternyata nggak sehoror yang saya pikirkan. Sebaliknya, warga, terutama bapak2 malah dengan santainya shalat di pinggir-pinggir jalan dengan karpet atau koran seadanya. Keran-keran dan selang air dadakan untuk wudhu tiba-tiba ada aja gitu entah dari mana dan kapan dipasangnya. Bapak-bapak megangin selang air sementara yang lainnya berwudhu. Makmum menjadi makmum dari yang lain. MashaAllah.
Secara kan ini acara 'politik' yang selama ini imejnya.. kita-tahu-lah-bagaimana. Tempatnya jauh dan nggak strategis pula, akses untuk shalat susah juga. Kita mungkin mikirnya, ya udah sih jamak aja. Ya udah sih nanti aja. Tapi ini enggak loh! Waktunya shalat ya shalat walaupun speech presiden udah mulai. Kok bisa ya? Pemandangan yang bikin baper deh beneran.
Hal kedua yang bikin baper melting adalah pas arah pulang balik selesai acara. Temen-temen bayangin deh acara pawai manusia. Desak-desakan, campur baur perempuan dan laki-laki dengan segala bendera atribut banner dst. Terus diantara ketakutan kegencet atau 'kepegang' laki-laki bukan muhrim yang badannya tinggi gede itu, tiba-tiba kita denger dialog:
"Oy, buruan dong jalannya! Padet nih."
"Eh bentar-bentar jangan dorong-dorong dulu. Ada perempuan di depan."
Oha! "ADA PEREMPUAN DI DEPAN."
Ya Allah.. coba itu yang bilang begitu mahram saya (adik/ kakak maksudnya), udah saya peluk kali. Saking terharunya!
Jadi terngiang peribahasa klasik kepurbaan -karena istilah kekinian sudah terlalu mainstream-
...karakter followers mencerminkan karakter daripada pemimpinnya.. Semoga yah. Ankeraeyo, Seong nim π?
Memang Erdogan begitu? Allahu 'alam. Kita doakan beliau selalu dalam kebaikan.
5. Kalau foto ini judulnya: Hanya indah untuk dikenang, naudzubillah untuk diulang. Ini adalah pemandangan yang saya lihat hampir setiap malam sepulang nge-lab. Bulannya sih bagus. Suasananya juga tenang. Tapi kalau inget di belakang saya ada dua anjing standby pas lagi ambil foto ini, suka tiba-tiba ngerasa gimanaa gitu. Alhasil komat-kamit mantra ma'tsurat dah udah.
Tepat di ruas kanan foto ini ada pos satpam yang.. kadang ada isinya kadang enggak. Hanya ada dua pertanyaan yang biasanya diajukan oleh satpam jaga ketika saya lewat:
"Kopekten korkmazsin, degil mi?" Kamu nggak takut anjing, kan? Kalau takut, mau dianterin pak satpam sampai depan gedung perpustakaan maksudnya.
Atau
"Gec kaldiniz, Hocam?" Pulang terlambat (lagi), Hocam?
Mungkin karena malem jadi muka yabanci-nya nggak kelihatan kali ya. Tadinya mau dijawab 'Hoca degilim, ogrenciyim.' Saya bukan dosen, mahasiswa.'
Tapi ya sudahlah, barangkali jadi doa (?)
6. Ketika rumput tetangga terlihat lebih hijau. Dan entah kenapa kita (saya sih) selalu merasa kalau jurusan yang berbau-bau teknik itu selalu keren. Kenapa? Karena dia berkorelasi dengan tingkat kesulitan paling sulit yang ada di muka bumi ini π.
Hmm... Sepertinya saya mulai ingat kenapa dulu bisa memilih jurusan jurusan TEKNIKologi Hasil Perairan di IPB. Hahaha.. ini lebay.
9. Kelahiran buku pertama π! Lahir tepat bulan Maret 2017 lalu. Karya yang benar-benar kami tulis sepenuh cinta untuk para pembaca. Ada yang udah baca? Hari ini baca bukunya, semoga besok lusa berkesempatan datang langsung ke Turkinya ya..
Eniwei.. Kalau perlu tour guide, boleh banget loh ajak saya. Gratis tis tis nggak perlu bayar. Asal ongkosin aja tiket pesawatnya, hihi. *dan piring pun melayang di udara.
10. Draft tesis ke sekian yang tetep aja merah dimana-mana walaupun sudah melewati 3 lapis koreksi temen Turki. Padahal awalnya pede banget bakal ngedraft maksimal 3 kali aja. Faktanya? SEPULUH kali ceuuu... apa lebih ya?
Atuh gimana enggak banyak revisi? Orang ngarang dongeng simpel dalam bahasa Turki aja ribetnya minta ampun, kumaha nulis tesis ><?
Kuliah bahasa Turki, tugas paper bahasa Turki, tesis bahasa Turki, sidang apalagi. Makin lah keriting ini lidah. Ujungnya? Jago enggak, pusing iya. Haha.
Tapi saya akui, fase penelitian dan menulis tesis ini adalah momen yang memberikan paling banyak pelajaran dari sekian banyak episode kehidupan yang saya jalani di Turki. Susahnya, sakitnya, kecewanya, gagalnya, keselnya, begadangnya, capeknya, stresnya, jerawatnya (*eh) benar-benar menguji kesabaran ya Allah.. Sulit ternyata menuntut ilmu itu. Tapi menjadi orang bodoh, jadi orang yang kurang ilmu, jauh lebih sulit dan menyedihkan. Jadi ya sabar saja, jalani. Akhirnya selesai juga kan, Er? π
Mari beri ruang bagi otak kita untuk berkembang, untuk berpikir kreatif sebagaimana adanya dia. Jangan dipaksa-paksa. Karena sesuatu yang dikerjakan dengan terpaksa biasanya bikin putus asa π. Anda lulusan S2 mau memutuskan jadi ibu rumah tangga, full time mommy, silakan. Itu pilihan besar yang mulia. Lulusan MIPA mau jadi penulis buku sosial atau wartawan, mangga. Lulusan S3 mau memilih jadi pengusaha daripada dosen, juga tidak masalah. Yang penting punya ilmunya. Profesi apapun sah, selama ia mendatangkan rezeki yang halal dan bermanfaat untuk orang banyak. Khusus untuk ibu-ibu mah, apa saja, yang penting suaminya ridho ya, Bu π?
..
Ini ceritaku, mana ceritamu?
Comments