Maaf, Tidak Ada Orang Cacat di Sini
Tadi siang, tepatnya di gedung spor salonu sebrang perpustakaan Universitas Ege diselenggarakan acara özel olimpiyatları (Indonesia: olimpiade khusus). Pantesan aja berasa rame. Dikira ada apa, ternyata acara olahraga. Selintas memang terdengar biasa, tetapi ada satu hal berbeda yang membuat saya takjub. Pasalnya, usut punya usut, acara ini rupanya dirancang khusus untuk anak-anak 'berkebutuhan khusus'. Wow..
Tahu dari mana kalau mereka berkebutuhan khusus? Emang kamu ikutan, Er?
Saya nggak ikut acaranya sih, cuma liat judul bannernya aja dari jauh. Nah tapi, begitu tadi lewat perpus, saya papasan sama seorang anak laki-laki dengan tiga medali terkalung di lehernya. Anak ini berjalan dengan cara yang tidak biasa, sambil menjulurkan lidahnya sesekali, berliur. Menyapa acak setiap orang yang ditemui di trotoar. Sementara tangan kanannya dituntun oleh panitia, tangan lainnya menuntun seorang anak perempuan dengan kondisi serupa. Mereka berdua berjalan menuju lapangan hijau dekat parkiran bus beberapa meter dari sana. Lengkap dikawal empat atau lima orang muda-mudi Turki dalam balutan kaos olahraga berwarna berani.
Kalau diliat dari bentuk event-nya, agaknya sih penyelenggara utama olimpiade ini mahasiswa fakultas olahraga. Keren badai emang.. top abis deh Turki ini kalau ngurusin soal beginian. Sampai-sampai orang-orang spesial pun dibuatkan acara, difasilitasi, diberi hak sama seperti orang normal lainnya. Acaranya pun nggak nanggung-nanggung, turnamen olahraga!
Dan yang paling bikin saya amazed banget adalah penyelenggaranya itu loh.. anak muda! Mahasiswa gaul Izmir yang rata-rata hobi dandan dan nongki-nongki cantik di cafe, kok mau gitu ya ngurusin acara begituan? Usia-usia yang mungkin di Indonesia mental kita masih berada pada level memperolok-olok, memandang 'mereka' sebelah mata, jijik atau tidak peduli.
Tapi di sini, bahkan bahasa isyarat pun menjadi salah satu pilihan kursus favorit kalangan mahasiswa. Demi bisa berkomunikasi atau setidaknya, untuk membantu mereka yang terbatas. Nah, di negeri kita?
Ada orang kena struk, duduk di kursi roda dan dibawa ke taman, eh anak-anak pada lari ketakutan.
Ada anak dengan distorsi mental ringan, dipasung di rumah nggak karena malu sama tetangga.
Ada siswa yang sedikit (punten) 'idiot', diketawain habis-habisan sama temen sekolah. Gurunya nggak jarang juga ikut ngetawain.
Salah asuhan!
Waktu kecil saya ingat betul di salah satu saluran TV lokal selalu disediakan jasa terjemah bagi tunarungu. Itu loh yang tangannya bergerak-gerak di kotakan kecil pojok kanan/ kiri atas layar tipi --kalau kamu generasi 80-90an pasti ngeh. Pertanyaannya sekarang, apakah kotak mungil itu masih ada?
Eniwey, dibandingkan dengan Turki, saya nggak tahu ya apakah populasi 'orang istimewa' di Indonesia lebih sedikit makanya nggak pernah denger ada acara semacam özel olimpiyati? Atau selama ini kita justru menutup mata? Menyembunyikan mereka dari dunia luar karena menganggap kelainan itu sebagai aib masyarakat?
Jika pilihannya opsi kedua, beruntunglah warga Turki karena indikasi itu tidak pernah terlihat di sini. Sebaliknya, saya malah sering sekali melihat orang-orang istimewa 'berkeliaran', karena memang mereka ‘bebas keluar’. Diajak oleh orangtuanya ke pasar lah, ke taman, ke mall, ke jalan-jalan, ke pantai bahkan menaiki bus-bus umum. Mereka difasilitasi hak yang sama oleh pemerintah setempat, persis dengan manusia normal lainnya.
Kok mau sih keluar? Emang nggak malu kalau nanti dikatain tetangga...
Inilah masalah kita--‘nanti dikatain tetangga’
Ternyata.. Beda negara, beda juga mental masyarakatnya.
Dan untuk urusan memanusiakan manusia, agaknya kita perlu banyak belajar dari Turki :).
Peserta özel olimpiyatları. Sumber gambar: sanliurfa.com |
Oya, masih ada yang penasaran kenapa orang istimewa di Turki bisa 'bebas' berkeliaran? Saya rasa jawabannya jelas karena tetangganya nggak pernah ngata-ngatain mereka.
Bukan kita! Bukan si normal yang harus menuntut si istimewa untuk mengerti. Tapi adalah kita yang harus lebih memahami posisi 'mereka'. Bukan juga hati si ibu beranak khusus yang harus lebih dikendalikan menghadapi olok-olok murahan, tapi mulut kita, Gaes! Sikap dan reaksi kita atas keberadaan mereka.
Mari kita mulai menghargai, menyayangi, memenuhi hak gaul sosial mereka, tidak mencemooh dan tidak menghina kondisi orang-orang istimewa ini. Tanya kenapa? Supaya mereka berani keluar rumah. Agar mereka merasa diterima dan punya tempat di masyarakat. Nggak perlu dikasih uang. Tidak usah repot-repot juga menggandengnya atau mengelapkan liurnya, karena saya yakin kita tidak akan mau. Tapi paling tidak, jangan tertawakan mereka dan terimalah sebagaimana adanya. So please, no bully anymore.
Cantik, ganteng, terutama buat yang baca tulisan ini, yuk kita tumbuh jadi generasi peduli. Hilangkan kebiasaan mengolok-olok sesama. Karena bisa jadi suatu saat kita ada di posisi mereka.
Terkhusus calon ayah/ ibu, mari didik anak-anak kita agar kelak menjadi putra/i yang berakhlak dan pandai beradab. Kalau bukan kita siapa lagi, jika tidak dimulai sekarang kapan lagi?
#oyunbirlikte #hayatbirlikte
#bermainbersama #hidupbersama
Cuma mubarek,
with love
with love
Comments