Mahasiswa Kere
Diantara sekian banyak alasan klasik yang paling saya syukuri saat berstatus mahasiswa adalah
"Jadi mahasiswa itu pasti gak jauh-jauh dari status kere alias bokek!"
Kere kok bersyukur?? Iya, karena dengan status kere ini saya terjauhkan dari modus pencopetan, penipuan dan penjarahan oleh abang-abang yang gak tau perasaan.Yeayy!
Waktu zaman kuliah di IPB dulu, pernah suatu sore saya lagi perlu banget pulang ke rumah (re: Bandung). Lupa alasan pulangnya buat apa. Yang jelas ada sesuatu yang mengharuskan saya pulang sore itu juga. Dengan tas dan barang seadanya, sepulang mengajar bimbel saya langsung ngangkot ke BS (terminal Baranang Siang/ BS).
Seperti biasanya, walaupun melelahkan dan bikin waswas takut jatuh karena berkarat serta bolong disana sini, saya tetap menaiki jembatan penyebrangan yang menghubungkan ruas jalan antara Botani Square mall dan terminal BS. Setidaknya lebih aman daripada ketabrak mobil atau bis kalau nekat nyebrang di bawah jembatan. Eh enggak juga sih, sebenernya lagi belajar jadi warga negara yang baik ceritanya. ceileh.
Pas banget ketika saya sampai di bagian paling atas tangga, seorang mas-mas yang tampaknya berdiri sedari tadi tak jauh dari sana menghampiri saya. Penampilannya biasa tapi rapi. Tas ransel hitam berukuran sedang menggantung di sebelah bahunya. Kedua tangannya tampak sibuk memegang sesuatu yang tampak seperti tumpukan brosur.
Oh, mungkin sales. Pikir saya enteng. Gak mau mikir banyak dan ribet. Bergegas jalan dan berusaha menghindari mas sales.
Eeeh.. tapi memang jiwa sales pantang menyerah kali ya. Tuh mas-mas malah mepet saya ke pinggir jembatan. Secepat kilat menyodorkan sebuah satu dua brosur dan selembar kertas berisi list tanda tangan yang tidak terlalu jelas.
"Mbak pakai produk Win** tidak di rumah?"
"Ini kami sedang dalam rangka ulang tahun perusahaan jadi kami membagi-bagi hadiah bagi pengguna produk bla bla bla..."
Awalnya saya tidak tertarik sama sekali dan memang sampai akhir juga tidak tertarik sampai si mas ini mengeluarkan jam tangan (yang menurut dia) bermerk sebagai hadiah karena saya menjawab pertanyaan dengan benar. Jam nya selintas kelihatan bagus sih. Keren. Pake kotak pula. kayaknya beneran jam mahal nih. Lumayan ah buat si Bapak, pikir saya polos.
Sejurus kemudian saya menuliskan nama dan identitas singkat di list bertanda tangan yang tidak jelas tadi. Katanya sih sebagai bukti tertulis laporan untuk manajer pemasaran dan sekaligus sebagai keterangan bahwa saya telah mengambil jam tangan sebagai hadiah.
"Maaf Mbak, saya boleh minta uang 50rb nya?" tutur si mas kemudian sambil tersenyum aneh. Uang administrasi katanya.
Antara ragu dan bingung saya keluarkan uang 50rb dari bagian depan tas. Bukan dari dompet karena memang disana gak ada isinya. Uangnya pecahan 20, 10 dan seribuan agak kumal. Berasa uang hasil ngamen dah ini. Jujur itu adalah uang terakhir yang saya punya saat itu. Uang untuk ongkos bis sekali jalan. No meal no drink. Bener-bener cuma cukup buat ongkos bis MGI, 50rb.
Er, itu uang buat ongkos! Kamu mau pulang gimana?? Udah gak usah diambil. Pulang aja. Paling itu jam palsu.
Ah gapapa Er. Masih ada 50rb lagi kok di ATM. Itu jam nya bagus. Jam mahal loh kata mas nya. Kapan lagi dapat hadiah? Itu kalau si Bapak dikasih jamnya pasti seneng.
Akhirnya saya serahkan uang terakhir saya dan meminta jam yang ditawarkan.
"Loh mas, kok kotaknya diambil?" sergah saya geram. Kan jadi gak bagus tanpa kotak.
"Oh maaf Mbak, ini kotaknya mau dipakai untuk jam tangan berikutnya soalnya kotaknya cuma satu."
Dan tanpa kotak, kelihatan lah penampakan jam palsu itu. Murahan sangat. Ini mah gak lebih dari jam lima rebuan di emperan Bara (area pasar kaget di kampus IPB).
Lah lah Er. Dapat hadiah kok bayar? Aneh kan.
Er, jam mahal masa gak pake kotak? Aneh kan.
Kalau ini hadiah dari perusahaan sebesar Win** masa iya kotak jam nya cuma satu? Kan aneh banget Er.
Well, sepertinya ada yang gak beres disini.
"Ee.. mas, saya gak jadi ambil hadiahnya deh. Boleh minta uangnya kembali?" tanyaku menelisik ekspresi si mas seraya menyodorkan kembali jam tanpa kotak.
"Kok gak jadi Mbak? Namanya sudah ditulis disini nanti saya bagaimana laporan ke atasan saya?"
katanya sok dilema.
Ya itu sih urusan situ, emang saya pikirin.. bisik hati saya, gak mau diem.
"Mmh.. nama saya di tip-ex aja gapapa mas. Masalahnya saya gak punya uang lagi mas. Beneran. Itu uang terakhir saya buat ongkos ke Bandung. Gak ada lagi." Duh kayanya kalau waktu itu bisa ngaca, saya bisa liat bayangan ekspresi memelas menyedihkan wajah saya sama si mas. Ini akting yang memang diilhami kenyataan gak punya uang. Dapet deh fil nya :P.
Si mas akhirnya memang menyerah pasrah dengan mengembalikan uang 50rb tadi tapi tak jauh dari tempat kami berdiri tiba-tiba seorang mas lainnya menghampiri.
"Kok lu balikin lagi uangnya?" begitulah kira-kira si mas baru ini berbisik. Kayaknya si mas-mas ini merhatiin kita deh dari tadi. Dan bisa jadi ini 'partner'nya si mas tadi, pikir saya.
"Neng, beneran gak ada uang lagi?" tanyanya kemudian dengan nada tidak percaya.
"Ya Allah mas, gak ada. Nih." hanya kartu-kartu menyedihkan yang tampak melambai-lambai di dompet saya.
Untung ni dompet beneran gak ada isinya.
Saya segera menuruni jembatan begitu mendapatkan uang kembali dan melemparkan senyum nelangsa pada si mas-mas.
Duh jantung mau copot rasanya. Sampai di bis pun lutut masih gemetar gak karuan. Untung kamu gak diapa-apain Er. Untung kamu kere. Untung kamu gak punya uang di dompet. Kalau sampai dompet ada uangnya dan uangnya diambil dan kalau kamu ngelawan dan kalau mas nya bawa pisau atau sejenisnya.. Ya Allah... Terima kasih atas segala perlindungan.
Pesan saya untuk teman-teman terutama yang mahasiswa, hati-hati ya. Zaman sekarang orang jahat makin pinter. Banyaaaak aja modusnya. Bagi mahasiswa yang uangnya banyak, saran saya mulai sekarang usahakan jangan bawa uang cash terlalu banyak di dompet. Seperlunya saja. Dan bagi mahasiswa yang masih kere, tetaplah dengan ke-kere-an kalian. Karena seringkali kere membawa berkah :P.
***
Satu jam telah berlalu sejak bis yang saya tumpangi meninggalkan Bogor. Sebuah suara dari pesan singkat menyadarkan saya dari lamunan. Isinya
"Assalamu'alaikum. Erna, baik-baik aja kan? Tadi isi list nama di jembatan deket BS bukan? Hati-hati itu penipuan. Banyak yang udah jadi korban."Rupanya SMS dari Profesor (panggilan untuk salah satu teman sekelas saya di IPB). Saya hanya tertawa pelan membaca pesan itu. Memutuskan untuk tidak membalas pesannya. Haa.. ternyata memang benar penipuan.
Di sisa perjalanan pikiran saya hanya melayang pada nasib orang-orang yang namanya tertulis di list. Apakah mereka benar-benar jadi korban penipuan? Atau list itu juga adalah bentuk penipuan?
Comments