Beginilah 'Ras' Turki



Rasanya tidak pernah sedikit pun terbersit dalam hati kalau aku bakal keterima beasiswa Turki. Jangankan berharap, membayangkannya pun aku tak pernah. Ya, waktu itu hanya coba-coba sejujurnya. Iseng-iseng membuka link beasiswa yang dishare teman sekelasku via dinding facebook-nya. Sungguh aku hanya coba-coba, membukanya, dan mengisi form online-nya kemudian submit. Tak lebih dari itu. Beberapa kolom persyaratan –yang bagi sebagian orang termasuk penting untuk diisi—bahkan kubiarkan kosong. Saat itu aku hanya berharap akan lolos seleksi beasiswa KGSP Korea yang sangat kuinginkan. Sambil menunggu pengumuman beasiswa KGSP tak ada salahnya mencoba daftar beasiswa lain, pikirku kala itu.

Satu bulan berlalu sudah setelah itu. Aku tidak lolos beasiswa KGSP. Betapapun ingin, rupanya Allah belum mengizinkanku menuntut ilmu ke negeri ginseng. Tak banyak bersedih segera kusiapkan berkas untuk melamar beasiswa ADS Australia. Aku yakin bisa menembus beasiswa ini. Entahlah darimana keyakinan yang begitu besar itu muncul. Mungkin dari tanda lahir menyerupai benua Australia di tangan kananku yang membuatku yakin bahwa aku berjodoh dengan Aussie. Pikiran yang sangat konyol memang. Tapi sejujurnya aku merasa nyaman dengan pemikiranku ketika itu. 

Entah (lagi) bagaimana ceritanya bahwa tepat satu minggu setelah pengumuman ketidaklolosan beasiswa KGSP, aku justru dinyatakan lolos seleksi berkas beasiswa Turki dan berhak mengikuti seleksi wawancara beasiswa Turki di Kuningan, Jakarta. Oke Er, datang aja. Coba aja. Dapet ya syukur.. kalau enggak ya.. you  have nothing to lose. Apapun hasilnya nanti, Allah tau yang terbaik untuk kamu. Dan seperti yang bisa kalian bayangkan, aku menghadiri seleksi wawancara hanya sebatas formalitas tentunya. Tidak lebih, dan tidak berharap terlalu banyak. Again, I have nothing to lose

Pagi itu tanggal 28 Juni 2013 kalau tidak salah. Aku mendapati sebuah email berinisial huruf ‘T’ berlatar merah terpampang di inbox.  Ooh.. mungkin ini pengumuman beasiswa Turki, gumamku enteng. Dan benar. Itu adalah email pemberitahuan bahwa aku lolos seleksi beasiswa. Yeeeeyy! Lolos beasiswa Er, beasiswa Turki…! Sepertinya salah satu sisi dalam diriku bersorak demikian, tapi tidak dengan sisi yang lainnya. Kereta tua yang kutumpangi menuju Ungaran terasa berlari begitu lambat pagi itu, selambat respon saraf otakku saat membaca email beasiswa. Aku membayangkan bahwa teman-temanku yang lain akan bersorak-sorai gembira andai mereka berada di posisiku. Segera mengabari orang tua dan segenap sanak saudara. Atau segera woro-woro pasang status di FB. Atau paling tidak akan berteriak kencang di gerbong kereta sambil tersenyum lebar penuh semangat. Sekali lagi, kalau itu orang lain. Bagaimana denganku? Haruskah aku sedih? Atau senang? Entahlah. Bagiku, menatap indahnya biru air laut Ungaran dari jendela kereta rasanya lebih menarik daripada sekedar berkata ‘Teman-teman aku lolos beasiswa Turki’ kepada mereka rekan-rekan seperjalanan yang saling asik bercengkrama di hadapanku. Ah sudahlah Er. Akan ada saat yang tepat ketika kamu harus mengabarkan berita –yang mungkin baik—ini kepada mereka. Ya, akan ada waktunya.
***

Kalian tahu? Sebaik-baik skenario kehidupan adalah rencana Allah untuk makhluknya. Tidak selalu yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita. Dan bisa jadi sesuatu yang kita benci justru adalah yang terbaik bagi kita. Dan di Turki inilah akhirnya Allah menskenariokan sebagian kecil kisah hidupku.  
Turkiye güzel mi?” (Turki bagus gak?) 

Tanya seorang teyze (panggilan ‘bibi’ dalam istilah Turki *red) suatu pagi saat aku hendak meminta selimut. Tebak apa? Ini adalah pertanyaan kesekian kali yang aku terima dari orang-orang Turki sejak kedatangan pertamaku di sini. Asal kalian tahu, sepengamatanku, orang-orang Turki ini termasuk tipe orang yang amat sangat bangga terhadap bangsanya. Tak peduli tua, muda, lelaki, atau perempuan ketika bertemu dengan orang asing mereka akan selalu bertanya apakah negaranya bagus atau tidak. Dan tentu saja jawaban yang mereka harapkan adalah “Iya, Turki bagus”, meskipun kalian tahu betul bahwa negara kalian mungkin jaaaauh lebih bagus dari Turki.    
Evet, çok güzel ama Endonezya daha güzel :D” (Iya sangat bagus, tapi Indonesia jauh lebih bagus), jawabku enteng. 

Dahi sang bibi tampak berkerut mendengar jawabanku. Aaah.. menyesal sekali rasanya. Kenapa tidak dari dulu aku menjawab puluhan pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama seperti ini. Memang ini faktanya. Indonesiaku jaaaauh lebih bagus. Gak ada dan gak akan pernah ada duanya. 
Sepanjang perjalanku ke beberapa bagian bumi Allah, belum pernah aku mendapati warga negara yang sebegitu bangganya pada negerinya. Begitu bangga mengakui kewarganegaraannya. Begitu bangga dan optimis menanyakan pendapat orang lain tentang keindahan negerinya sebangga orang Turki.
Astagfirullah.. bahkan terkadang dalam beberapa kali kesempatan seminar internasional pun aku masih tertunduk malu menyebutkan asal negaraku. Jangankan menanyakan pendapat orang lain tentang Indonesia, andai mereka diberi tahu tentang negara yang bernama Indonesia pun aku tak yakin mereka akan tahu. Alangkah kerdilnya jiwa ini.. 

Mungkin memang begitulah Allah menciptakan ras Turki. Sangat terkenal pemberani dan percaya diri bahkan sejak zaman penaklukan Konstantinopel oleh Al Fatih. Dan hingga saat ini pun ras Turki berhasil mewarisi sifat pemberani dan kepercayaan diri para pendahulunya. Tapi, jika ini tentang generasi terdahulu, maka kenapa tidak bangsa Indonesia juga mewarisi atau setidaknya meneladani optimisme para pejuang terdahulu. Jika saat ini kita belum bisa membuat Indonesia bangga atas diri kita maka setidaknya marilah kita menjadi generasi yang berbangga atas Indonesia. Kalau bukan aku dan kalian, maka siapa lagi yang akan bangga dengan Indonesia? 

 



Comments

Andra-renandra said…
stujuu erna. Ya harus mulai diasah

Popular posts from this blog

Hati-hati dengan (kriteria) Pria Turki !

Perempuan Indonesia di Mata Laki-laki Turki

Lelaki Turki

Cari Jodoh Orang Turki?

Tanya Jawab Seputar Beasiswa Turki