Jangan silaturahim ! atau..
Siang itu pukul 12.35 kalau aku tak salah ingat. Setelah membulatkan sedikit tekad, akhirnya kuputuskan untuk 'mencuri' sedikit waktu dari sepupuku yang sedang membeli bakso di kedai langganannya. Letaknya tepat bersebrangan dengan sekolah SD ku dulu.
"Tunggu sebentar ya, mau silaturahim dulu ke Bu Sagini." Pesanku singkat, sambil berlalu menuju gerbang sekolah SD Mengger Sukapura.
Gedungnya sudah tampak lebih baru sekarang. Cat tembok luar dominan warna kuning, tidak cukup wajar untuk bangunan SD memang tapi tetap saja terlihat lebih megah sekarang. Apalagi bangunannya sudah tingkat dua. Dulu, jangankan mengharapkan cat baru, toilet layak pun tidak ada. Aku ingat jika kami kebelet pipis maka kami akan berlomba menuju selokan kecil di belakang sekolah. Berebut tempat di jamban saung, sekedar menapakkan kaki agar bisa berjongkok dengan leluasa--menyelesaikan hajat. Lucu sekali kalau teringat masa-masa itu.
"Ini Erna??? Wah.. Ibu kira gak akan segede ini. Dulu kan kecil banget, segini nih.." Tangan Bu Gini melambai sebatas pinggangnya. Ini dia Bu Sagini, wali kelasku saat SD dulu. Bagiku beliau lebih dari sekedar guru. Aku selalu ingat ketika Bu Gini rela memboncengku ke studio foto di saat jam pelajaran berlangsung demi memperjuangkan keperluan beasiswa untukku. Rasanya aku adalah murid pertama sekaligus terakhir (dan mungkin pertama kalinya dalam sejarah) yang berkesempatan dibonceng oleh beliau, demi secuil beasiswa. Hihi..
Kini beliau sudah tampak lebih berumur. Tentu saja.. sudah 11 tahun berlalu sejak aku lulus dari sini. Hampir saja aku tak mengenalnya (baca: pangling) karena beliau telah berhijab sekarang. Alhamdulillah.. Terakhir kali aku mendengar kabar baik ini saat aku kuliah di Bogor jadi tak sempat bersilaturahim dengan beliau.
"Iya Bu, hehe. Gede ya Bu? Rasanya masih kecil-kecil aja ini."
"Iya, sekarang udah gedean. Waktu SD keciiil banget. Dulu Ibu suka nanya-nanya ke Bu Dian. Gimana Erna di 34?. Bisa ngikutin pelajaran gak?"
Loh, bukannya Bu Gini sama Bu Dian musuhan ya???
Yang kutahu (hasil pengamatan yang sangat dangkal), dulu, Bu Dian adalah guru fisika tergalak--[meskipun setahun berikutnya aku mendapati guru fisika kelas 2 ku jauh lebih galak] yang pernah kutemui. Entah bagaimana, aku sering merasa bahwa beliau membenciku. Membenciku karena aku adalah murid Bu Gini, dan Bu Gini-Bu Dian musuhan. Pantesan aja Bu Dian suka galak kalau ngajar fisika. Jutek kalau ngomong. Marah kalau aku tak menjawab pertanyaannya dengan benar.
Iiih.. kekanak-kanakan banget gak sih mikirnya?
Kok bisa ya dulu sampe mikir begitu? Bahkan saat silaturahim sekarang pun memori otakku masih menganggap Bu Dian sebagai orang yang 'jahat'. Padahal kalau diingat-ingat lagi sekarang, Bu Dian adalah salah satu guru yang sering memberiku buku paket gratis. Entahlah apakah Bu Dian membayarkannya untukku atau beliau membantu melobi kepsek untuk memberikan bantuan buku gratis. Yang jelas bantuan ini sangat berarti bagiku. Bagaimana tidak? Harga buku paket dan LKS satu semester setara dengan gaji 1 bulan ayahku saat itu. Selama ini Bu Gini meminta Bu Dian untuk membantuku selama sekolah di SMP ya..
Tentang galak?
Wajar saja Bu Dian 'galak' mungkin itulah cara beliau mendorong semangat anak-anaknya. Adalah rahasia umum juga kalau guru eksak seperti beliau terlihat jutek atau sejenisnya, memang kebanyakan scientist tidak terbiasa berlemah-lunglai layaknya guru seni, mungkin.
MasyaAllah.. Begitu ya ternyata. Andai saja, aku mengurungkan niatku untuk mampir kesini, mungkin aku tak akan pernah tau dan gak akan pernah 'ngeh' seperti apa kronologis yang sebenarnya. Andai saja, aku mengurungkan niatku untuk silaturahim ke Bu Gini, mungkin 'benang kusut' itu akan tetap kusut. Tak akan pernah lurus.
"Iya, sekarang udah gedean. Waktu SD keciiil banget. Dulu Ibu suka nanya-nanya ke Bu Dian. Gimana Erna di 34?. Bisa ngikutin pelajaran gak?"
Dulu Ibu suka nanya-nanya ke Bu Dian. Gimana Erna di 34?. Bisa ngikutin pelajaran gak?Heh? Barusan Bu Gini bilang Bu Dian ya? Salah denger gak ya.. Bu Gini nanya kabarku di sekolah (baca: SMP 34) ke Bu Dian?
Loh, bukannya Bu Gini sama Bu Dian musuhan ya???
Yang kutahu (hasil pengamatan yang sangat dangkal), dulu, Bu Dian adalah guru fisika tergalak--[meskipun setahun berikutnya aku mendapati guru fisika kelas 2 ku jauh lebih galak] yang pernah kutemui. Entah bagaimana, aku sering merasa bahwa beliau membenciku. Membenciku karena aku adalah murid Bu Gini, dan Bu Gini-Bu Dian musuhan. Pantesan aja Bu Dian suka galak kalau ngajar fisika. Jutek kalau ngomong. Marah kalau aku tak menjawab pertanyaannya dengan benar.
Iiih.. kekanak-kanakan banget gak sih mikirnya?
Kok bisa ya dulu sampe mikir begitu? Bahkan saat silaturahim sekarang pun memori otakku masih menganggap Bu Dian sebagai orang yang 'jahat'. Padahal kalau diingat-ingat lagi sekarang, Bu Dian adalah salah satu guru yang sering memberiku buku paket gratis. Entahlah apakah Bu Dian membayarkannya untukku atau beliau membantu melobi kepsek untuk memberikan bantuan buku gratis. Yang jelas bantuan ini sangat berarti bagiku. Bagaimana tidak? Harga buku paket dan LKS satu semester setara dengan gaji 1 bulan ayahku saat itu. Selama ini Bu Gini meminta Bu Dian untuk membantuku selama sekolah di SMP ya..
Tentang galak?
Wajar saja Bu Dian 'galak' mungkin itulah cara beliau mendorong semangat anak-anaknya. Adalah rahasia umum juga kalau guru eksak seperti beliau terlihat jutek atau sejenisnya, memang kebanyakan scientist tidak terbiasa berlemah-lunglai layaknya guru seni, mungkin.
MasyaAllah.. Begitu ya ternyata. Andai saja, aku mengurungkan niatku untuk mampir kesini, mungkin aku tak akan pernah tau dan gak akan pernah 'ngeh' seperti apa kronologis yang sebenarnya. Andai saja, aku mengurungkan niatku untuk silaturahim ke Bu Gini, mungkin 'benang kusut' itu akan tetap kusut. Tak akan pernah lurus.
Ternyata banyak hal yang tidak kupahami ya Rabb. Mungkin karena aku masih terlalu kecil saat itu. Terlalu
cepat menyimpulkan. Atau mungkin karena aku belum mengerti.
***
Satu hal yang aku pelajari hari ini,
Jika silaturahim bisa memperpanjang rezeki, maka ia tidak harus selalu berbentuk materi karena ada kalanya
Silaturahim juga mengurai 'benang kusut'
October 17th, 2013
H-1 Turkiye'ye
Comments