Balada Asap (1): UJANG‬ DAN MAJIKAN

 
“Ujaaaaangggg…!!!”

Tukang kebun itu meletakkan sapu lidinya cepat. Melempar ranting terakhir ke dalam gunungan daun basah yang enggan terbakar. Dalam hitungan detik ia terbirit menuju sumber suara. Meninggalkan kepulan putih kehitaman yang semakin menebal di halaman belakang. 

“Iya. Ada apa, Tuan?” tanyanya polos. Menyilang kedua tangan diantara paha kurus terbalut sarung biru kotak-kotak. Tidak terusik dengan wajah merah darah sang majikan. 

“Kamu tahu ini jam berapa?” gertak si tuan, galak.
Ujang terpaku sesaat lalu mendongakkan kepala ke kiri, berjinjit. Meneleng jam dinding besar di belakang pria yang menanyainya. 


“Masih jam 7 pagi, Tuan.” Angguknya mantap. Menyeringai pelan. Membuat si bapak gemas ingin menelannya bulat-bulat. 

“Kamu ini, harus berapa kali saya bilang? Jangan bakar sampah seenaknya pagi-pagi! Bau! Bikin sesak. Kalau saya mati karena gak bisa napas, siapa yang tanggung jawab?”

“Bukan saya, Tuan.” Sahutnya singkat. Majikan mendelik geram. 

“Pokoknya saya gak mau tahu, gimana caranya kamu sedot ini asap dari rumah. Atau gaji kamu saya potong!” ancam sang majikan. 

“Laksanakan!” Kesiap Ujang. Diiringi gerak hormat bak tentara menerima mandat. Lalu seolah teringat sesuatu, ia bercicit lagi “Untuk sementara, bagaimana kalau Tuan sekeluarga mengungsi dulu barang lima enam jam sampai asapnya hilang sendiri? Soalnya pakumliner Mbok Ati kekecilan buat nyedot asap sebanyak ini.”

Habis sudah sabar si tuan. Dikencangkannya tali piyama yang mendadak terasa kendor. Dua tangan sempurna bertengger di pinggang lebarnya sekarang. “Enak saja kalau ngomong! Kamu pikir ini rumah siapa, hah? Kamu yang berulah buat asap kenapa harus saya yang ngungsi?! Satu jam beresin asap ini atau kamu saya pecat!”

Alih-alih takut, lelaki berumur empat dasawarsa itu menimang. Mengangguk-angguk tak jelas. “Mmh.. Kalau saya bisa kurang dari satu jam, Tuan?” tantang Ujang.

Sekarang giliran majikan yang berhitung dengan situasi. “Kalau berhasil kurang dari satu jam? Kamu saya jadikan presiden, Jang!” Disambernya koran pagi dari meja pualam putih di samping. Melenggang menuju ruang tengah. Menyisakan tukang kebun yang terperangah kebingungan.

Tuan gak salah minum obat kan?

***

NB: balada ini juga bisa anda baca di akun FB Erna Eruna

Comments

Popular posts from this blog

Hati-hati dengan (kriteria) Pria Turki !

Perempuan Indonesia di Mata Laki-laki Turki

Lelaki Turki

Tanya Jawab Seputar Beasiswa Turki

Cari Jodoh Orang Turki?